Secara geografis TNGHS terletak pada 106012’58” BT – 106045’50” BT
dan 06032’14” LS – 06055’12” LS. Secara administratif terletak dalam tiga
wilayah administrasi pemerintahan tingkat kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2008). Sejarah geologi menunjukkan bahwa kawasan ini dulunya merupakan salah satu bagian rangkaian gunung berapi bagian Selatan yang dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia.
Kawasan Gunung Halimun merupakan pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi strato type A. dimana tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938, dan masih memiliki kawah yang masih aktif yang dikenal dengan nama Kawah Ratu. Oleh karena itu sebagian besar kawasan ini mengandung batu-batu vulkanis dengan tanah yang subur dan mengandung potensi tambang emas, menyebabkan banyaknya lahan pertanian dan penambang emas liar yang menimbulkan kendala tersendiri bagi taman nasional.

Jumlah penduduk di dalam dan sekitar kawasan TNGHS lebih dari
250.000 jiwa. Dilihat dari segi ekonomi, kemampuan masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kateogri rumah tangga miskin. Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency (2008) menyatakan bahwa secara umum, jumlah rumah tangga miskin di dalam dan sekitar TNGHS dalam wilayah Kabupaten Sukabumi berjumlah 15.699 rumah tangga atau 10% dari jumlah rumah tangga, di Kabupaten Bogor berjumlah 29.718 rumah tangga atau 10% dari jumlah rumah tangga, sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah 26.696 rumah tangga atau 15% dari jumlah rumah tangga. Lebih lanjut dikatakan bahwa degradasi ekosistem hutan banyak terjadi di desa-desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNGHS dan diduga terkait erat dengan rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat.
Masyarakat lokal yang ada umumnya adalah Suku Sunda, yang terbagi ke
dalam kelompok masyarakat kasepuhan dan bukan kasepuhan. Untuk masyarakat kasepuhan, secara historis penyebaranya terpusat di Kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya, Cicarucub, Cisungsang, Sirnaresmi, Ciptagelar dan Cisitu.

Masyarakat kasepuhan masih memiliki susunan organisasi secara adat yang terpisah dari struktur organisasi pemerintahan.
Kehidupan sehari-hari masyarakat bergantung pada sistem pertanian
tradisional. Masyarakat umumnya memanfaatkan hutan dan lahan dalam berbagai cara, yaitu seperti huma atau ladang, sawah, kebun, kebun talun dan talun.
Adapun hasil utama pertanian masyarakat kasepuhan adalah padi lokal dan biasanya sebagai rasa syukur setiap selesai panen dilakukan pesta panen seren taun (Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2008).
Masyarakat kasepuhan menggunakan dan melindungi hutan berdasarkan
konsep turun-temurun seperti adanya ‘leuweung titipan’ (hutan titipan), ‘leuweung tutupan’ (hutan tutupan) dan ‘leuweung sampalan’ (hutan bukaan). Masyarakat di sini masih memiliki interaksi yang kuat dengan hutan sekitarnya dan mempunyai pengetahuan mengenai bagaimana menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka.
Diakui oleh pengelola kawasan, dari segi pengawasan, TNGHS yang
berbentuk seperti bintang atau jemari membuat kawasan ini lebih sulit
dibandingkan dengan pengelolaan kawasan yang berbentuk relatif bulat. Apalagi didalamnya terdapat beberapa enclave perkebunan, pemukiman masyarakat tradisional serta beberapa aktivitas pertambangan emas, pembangkit energi listrik panas bumi dan pariwisata massal. Banyak para petani tradisional maupun pendatang sudah tinggal sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai areal konservasi.

Oleh karena itu pada tahun anggaran 2019 Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan bekerjasama dengan BPKH Wilayah XI Yogyakarta beserta Tim dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak menyelenggarakan kegiatan Orientasi Lapangan sehingga Hasil Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kawasan hutan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan selanjutnya.
Mengenai tujuan dari kegiatan ini supaya mendapatkan data yang akurat, dan mutakhir tentang penggunaan kawasan hutan di dalam dan sekitar kawasan hutan sebagai dasar pertimbangan perencanaan pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sampai sejauh mana penggunaan lahan yang ada dimasyarakat sehingga tidak mengganggu kawasan hutan yang sudah dilindungi.
Referensi : M. Taufik Wahab Universitas Indonesia, www. academia.edu